BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok
usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau
jasa dilakukan dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun
1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli, Persaingan curang (tidak sehat ) adalah
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.
B.
Asas dan Tujuan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Menurut ketentuan pasal 2 UUPK ditentukan bahwa perlindungan
konsumen berasaskan: manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan
konsumen dan kepastian hukum.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
a.
Asas
manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b.
Asas
keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c.
Asas
keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keiseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiel dan spiritual.
d.
Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa
yang di konsumsi atau digunakan.
e.
Asas
kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.
Adapun tujuan dari pembentukan UU tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat adalah :
a.
Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b.
Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalu peraturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan usaha yang sama bagi pelaku usaha kecil,
pelaku usaha menengah dan pelaku usaha besar.
c.
Mencegah
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha.
d.
Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha (pasal 3).
C.
Ruang
lingkup UU larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
a.
Perjanjian
yang dilarang
1.
Oligopoli
Oligopoli adalah penguasaan pangsa pasar yang besar yang dilakukan
secara bersama-sama oleh beberapa pelaku pasar. Berdasarkan sifatnya, dari segi
ekonomi perjanjian oligopoli ini dilarang sebab berikut ini:
1)
Merugikan
konsumen
Pelaku bisnis akan diuntungkan dengan laba diatas normal tetapi
konsumen akan membayar mahal terhadap barang karena segala biaya tambahan
produksi serta praktik inefesiensi dalam produksi di bebankan kepada harga
barang atau jasa tersebut.
2)
Meniadakan
persaingan dan menimbulkan praktik persaingan tidak sehat.
Perjanjian oligopoli biasanya juga akan menimbulkan serangkaian
perbuatan yang saling berkaitan satu sama lainnya , yaitu meniadakan persaingan
harga antar pelaku usaha dengan cara membentuk kartel sebagai wadah bersama
untuk menetakan harga pada tingkat tertentu.
2.
Penetapan
Harga
Perjanjian untuk menetapkan harga antara satu pelaku usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya juga dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat, oleh
karenanya hukum anti monopoli melarang perjanjian ini. Akabiat dari perbuatan price
fixing tersebut dapat berdampak buruk dalam dunia usaha karena tidak hanya
merugikan para pesaing lainnya, tetapi juga konsumen.
3.
Pembagian
wilayah
Menurut UU No 5 Tahun 1999 pasal 9, pembagian wilayah adalah
membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok pasar terhadap barang dan atau
jasa.
4.
Pemboikotan
Perjanjian pemboikotan yang dilarang oleh hukum adalah :
1.
Perjanjian
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik
untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
2.
Perjanjian
untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari usaha lain.
5.
Kartel
Kartel adalah suatu kerja sama diantara produsen/pedagang, yang
bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan harga, untuk melakukan monopoli
terhadap komoditas atau industri tertentu. Kartel yang dilarang adalah
perjanjian dengan pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mempengaruhi harga
dengan cara mengatur produksi dan pemasaran.
6.
Trust
Trust adalah kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
membentuk perusahaan yang lebih besar, tetapi dengan tetap mempertahankan
eksistensi dari masing-masing perusahaan anggota tersebut, dengan tujuan untuk
mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa.
7.
Oligopsoni
Pada oligopsoni, pasar hanya dikuasai oleh 2 atau 3 pembeli.
Perjanjian oligopsoni yang dilarag oleh hukum adalah perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
barang dan/atau jasa agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa
dalam pasar yang bersangkutan.
8.
Integrasi
Vertikal
Integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi
mulai dari hulu sampai hilir, atau proses yang berlanjut atas suatu layanan
jasa tertentu oleh seorang pelaku usaha tertentu. Perjanjian integrasi vertikal
yang dilarang oleh hukum adalah perjanjian yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau
jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan
atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau
merugikan masyarakat.
9.
Perjanjian
Tertutup
Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang dapat membatasi
kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, menjual atau
pemasok. Perjanjian tertutup yang dilarang adalah perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang klausulannya memuat salah satu diantara tindakan sebagai
berikut :
1)
Penerima
barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu lainnya.
2)
Penerima
barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan/atau jasa kepada
pihak tertentu.
3)
Penerima
barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut
pada tempat tertentu.
4)
Penerima
barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut
pada tempat tertentu.
5)
Penerima
barang dan/atau jasa harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok.
6)
Penerima
barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika bersedia membeli barang
dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok.
7)
Penerima
barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika tidak membeli barang
dan/atau jasa dari pelaku usaha pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Perjanjian dengan pihak luar negeri yang dilarang adalah apabila
perjanjian dengan pihak di luar negeri memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
b.
Kegiatan
yang Dilarang
1.
Monopoli
Menurut pasal 17 ayat 2, seorang pelaku usaha patut diduga
melakukan monopoli yang dilarang apabila terjadi hal-hal berikut :
1)
Barang
dan/atau jasa yang dimonopoli belum ada substitusinya
2)
Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau
jasa yang sama.
3)
Satu
atau sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar 1 jenis
barang atau jasa tertentu.
2.
Monopsoni
Monopsoni adalah penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan/atau jasa dalam pasar yang bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
3.
Penguasaan
Pasar
Hal-hal yang mengakibatkan penguasaan pasar dilarang adalah sebagai
berikut :
1)
Menolak
dan/atau menghalangi pelaku usah tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan.
2)
Menghalangi
konsumen atau pelanggan usaha pesaing untuk melakukan hubungan usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya.
3)
Membatasi
peredaran bahan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang
bersangkutan.
4)
Melakukan
praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
5)
Melakukan
pemasokan barang atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan
harga yang rendah
6)
Melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya.
4.
Persekongkolan
Persekongkolan yang dilarang oleh UU No 5 Tahun 1999 mencakup
persekongkolan untuk :
1)
Mengatur
atau menentukan pemenang tender atau tindakan bidrigging (pasal 22)
2)
Mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan (pasal 23)
3)
Menghambat
produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan
tujuan agar barang dan/atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya
serta terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (pasal 24)
c.
Posisi
Dominan
Dalam posisi dominan adaempat tindakan yang dilarang Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999, yang masing-masing posisi dominan akan dikemukakan sebagi
berikut :
1.
Penyalahgunaan
Posisi Dominan
Isi dari pasal 25 dapat diketahui adanya larangan untuk menggunakan
posisi dominan yang tercantum dalam pasal 25 adalah sebagai berikut :
1)
Menetapkan
syarat perdagangan guna mencegah dan/atau menghalangi konsumen mendapatkan
barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas (pasal 25 ayat 1 huruf a)
2)
Membatasi
pasar dan pengembangan teknologi (pasal 25 ayat 1 huruf b)
3)
Menghambat
pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan (pasal 25 ayat 1 huruf c).
2.
Jabatan
Rangkap
Menurut pasal 26, seseorang yang memegang jabatan direksi atau
komisaris suatu perusahaan dilarang memegang jabatan serupa pada perusahaan
lain jika perusahan-perusahaan tersebut :
1)
Berada
dalam pasar bersangkutan yang sama
2)
Memiliki
keterkaitan erat dalam bidang dan/atau jenis usaha
3)
Secara
bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
4)
Yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak
sehat.
Secara logis perangkapan jabatan ini dilarang karena posisi
demikian akan membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan terkait untuk
menghindari persaingan.
3.
Pemilikan
Saham
Pasal 27 melarang pemilikan saham mayoritas pada
perusahaan-perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar yang bersangkutan yang sama pula atau pendirian perusahaan-perusahaan
yang menjalankan kegiatan usaha yang sama. Pemilikan saham dan pendirian
perusahaan-perusahaan seperti tersebut di atas menjadi dilarang apabila membawa akibat :
1)
Satu
orang atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar
atau jasa tertentu,
2)
Dua
atau tiga pelaku usaha atau kelompok-kelompok usaha menguasai lebih dari 75%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
4.
Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan
Dalam UU No. 5 tahun 1999 pasal 28 ayat 1 menerangkan bahwa pelaku
usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Selanjutnya dalam pasal 28 ayat 2, bahwa pelaku usaha dilarang melakukan
pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
d.
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Merupakan komisi yang mengawasi praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat secara independen, dengan kata lain terlepas dari pengaruh
dan kekuasaan pemerintah dan/atau pihak lain.
1.
Tugas
komisi pengawas persaingan usaha
1)
Melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2)
Melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
3)
Melakukan
penilaian terhadap ada atau tidaknya posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaah tidak sehat.
4)
Mengambil
tindakan sesuai dengan wewenang komisi.
5)
Memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
praktik monopoli dan/atau persangan usaha tidak sehat.
6)
Menyusun
pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7)
Memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.
2.
Wewenang
komisi pengawas persaingan usaha
Sedangkan yang
menjadi wewenang komisi pengawas persaingan usaha adalah sebagai berikut:
1)
Menerima
laporan dari masayarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2)
Melakukan
penelitian tentang adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang
berakibat terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3)
Melakukan
penyelidikan atau pemeriksaan terhadap dugaan kasus praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
4)
Menyimpulkan
hasil penyelidikan ada atau tidaknya praktik monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.
5)
Memanggil
pelaku usaha yang diduga melakuka pelanggaran.
6)
Memanggil
dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui
atas adanya dugaan pelanggaran.
7)
Meminta
bantuan penyelidik untuk menghadirkan pelaku utama, saksi, saksi ahli atau
setiap orang yang bersedia memenuhi panggilan komisi.
8)
Meminta
keterangan dari pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan.
9)
Mendapatkan,
meneliti dan menilai surat, dokumen atau alat bukti guna penyelidikan.
10) Memutuskan ada atau tidaknya kerugian di pihak pelaku usaha lain
atau masyarakat.
11) Memberitahu peraturan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan pelanggaran.
12) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melakukan pelannggaran praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.
3.
Tata
cara penanganan perkara di KPPU
1)
Menerima
Laporan
Laporan adanya pelanggaran di buat secara tertulis dan dilengkapi
dengan keterangan tentang peristiwa pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkannya.
Pelapor juga harus memberikan identitas dirinya dan sifatnya adalah rahasia.
2)
Penilaian
Tindakan penilaian dilakukan KPPU terhadap perjanjian, kegiatan
uasaha maupun terhadap posisi dominan yang diduga disalahgunakan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
3)
Penelitian
Penelitian tersebut dalam UU No. 5 Tahun 1999 disebut juga
pemeriksaan pendahuluan. Selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima laporan
tersebut KPPU wajib membuat penetapan apakah perlu atau tidak dilakukan
pemeriksaan lanjutan.
4)
Penyelidikan
dan Pemeriksaan
Pada tahap pemeriksaan lanjuatan, terlapor dapat
mengajukan pembelaan dengan menunjukkan saksi, ahli dan bukti-bukti lain.
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dalam jangka waktu yang paling lama 60 hari dan
dapat diperpanjang sebanyak 30 hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar