Selasa, 24 Mei 2016

Monopoli dan Persangan Usaha Tidak Sehat



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli, Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.
B.      Asas dan Tujuan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Menurut ketentuan pasal 2 UUPK ditentukan bahwa perlindungan konsumen berasaskan: manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen dan kepastian hukum.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
a.         Asas manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b.        Asas keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c.         Asas keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keiseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiel dan spiritual.
d.        Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang di konsumsi atau digunakan.
e.         Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Adapun tujuan dari pembentukan UU tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah :
a.         Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b.        Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalu peraturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan usaha yang sama bagi pelaku usaha kecil, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha besar.
c.         Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
d.        Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha (pasal 3).
C.     Ruang lingkup UU larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
a.       Perjanjian yang dilarang
1.      Oligopoli
Oligopoli adalah penguasaan pangsa pasar yang besar yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa pelaku pasar. Berdasarkan sifatnya, dari segi ekonomi perjanjian oligopoli ini dilarang sebab berikut ini:
1)      Merugikan konsumen
Pelaku bisnis akan diuntungkan dengan laba diatas normal tetapi konsumen akan membayar mahal terhadap barang karena segala biaya tambahan produksi serta praktik inefesiensi dalam produksi di bebankan kepada harga barang atau jasa tersebut.
2)      Meniadakan persaingan dan menimbulkan praktik persaingan tidak sehat.
Perjanjian oligopoli biasanya juga akan menimbulkan serangkaian perbuatan yang saling berkaitan satu sama lainnya , yaitu meniadakan persaingan harga antar pelaku usaha dengan cara membentuk kartel sebagai wadah bersama untuk menetakan harga pada tingkat tertentu.
2.      Penetapan Harga
Perjanjian untuk menetapkan harga antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya juga dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat, oleh karenanya hukum anti monopoli melarang perjanjian ini. Akabiat dari perbuatan price fixing tersebut dapat berdampak buruk dalam dunia usaha karena tidak hanya merugikan para pesaing lainnya, tetapi juga konsumen.
3.      Pembagian wilayah
Menurut UU No 5 Tahun 1999 pasal 9, pembagian wilayah adalah membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.      Pemboikotan
Perjanjian pemboikotan yang dilarang oleh hukum adalah :
1.      Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
2.      Perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari usaha lain.
5.      Kartel
Kartel adalah suatu kerja sama diantara produsen/pedagang, yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan harga, untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu. Kartel yang dilarang adalah perjanjian dengan pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan pemasaran.
6.      Trust
Trust adalah kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau membentuk perusahaan yang lebih besar, tetapi dengan tetap mempertahankan eksistensi dari masing-masing perusahaan anggota tersebut, dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa.
7.      Oligopsoni
Pada oligopsoni, pasar hanya dikuasai oleh 2 atau 3 pembeli. Perjanjian oligopsoni yang dilarag oleh hukum adalah perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai pembelian atau penerimaan pasokan barang dan/atau jasa agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar yang bersangkutan.
8.      Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi mulai dari hulu sampai hilir, atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh seorang pelaku usaha tertentu. Perjanjian integrasi vertikal yang dilarang oleh hukum adalah perjanjian yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
9.      Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, menjual atau pemasok. Perjanjian tertutup yang dilarang adalah perjanjian dengan pelaku usaha lain yang klausulannya memuat salah satu diantara tindakan sebagai berikut :
1)      Penerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu lainnya.
2)      Penerima barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan/atau jasa kepada pihak tertentu.
3)      Penerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut pada tempat tertentu.
4)      Penerima barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut pada tempat tertentu.
5)      Penerima barang dan/atau jasa harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
6)      Penerima barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika bersedia membeli barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok.
7)      Penerima barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika tidak membeli barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10.  Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Perjanjian dengan pihak luar negeri yang dilarang adalah apabila perjanjian dengan pihak di luar negeri memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b.      Kegiatan yang Dilarang
1.      Monopoli
Menurut pasal 17 ayat 2, seorang pelaku usaha patut diduga melakukan monopoli yang dilarang apabila terjadi hal-hal berikut :
1)      Barang dan/atau jasa yang dimonopoli belum ada substitusinya
2)      Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama.
3)      Satu atau sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar 1 jenis barang atau jasa tertentu.
2.      Monopsoni
Monopsoni adalah penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam pasar yang bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3.      Penguasaan Pasar
Hal-hal yang mengakibatkan penguasaan pasar dilarang adalah sebagai berikut :
1)      Menolak dan/atau menghalangi pelaku usah tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
2)      Menghalangi konsumen atau pelanggan usaha pesaing untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya.
3)      Membatasi peredaran bahan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan.
4)      Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
5)      Melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang rendah
6)      Melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya.
4.      Persekongkolan
Persekongkolan yang dilarang oleh UU No 5 Tahun 1999 mencakup persekongkolan untuk :
1)      Mengatur atau menentukan pemenang tender atau tindakan bidrigging (pasal 22)
2)      Mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan (pasal 23)
3)      Menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan agar barang dan/atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (pasal 24)
c.       Posisi Dominan
Dalam posisi dominan adaempat tindakan yang dilarang Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang masing-masing posisi dominan akan dikemukakan sebagi berikut :
1.      Penyalahgunaan Posisi Dominan
Isi dari pasal 25 dapat diketahui adanya larangan untuk menggunakan posisi dominan yang tercantum dalam pasal 25 adalah sebagai berikut :
1)      Menetapkan syarat perdagangan guna mencegah dan/atau menghalangi konsumen mendapatkan barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas  (pasal 25 ayat 1 huruf  a)
2)      Membatasi pasar dan pengembangan teknologi (pasal 25 ayat 1 huruf b)
3)      Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan (pasal 25 ayat 1 huruf c).
2.      Jabatan Rangkap
Menurut pasal 26, seseorang yang memegang jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang memegang jabatan serupa pada perusahaan lain jika perusahan-perusahaan tersebut :
1)      Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
2)      Memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan/atau jenis usaha
3)      Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
4)      Yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
Secara logis perangkapan jabatan ini dilarang karena posisi demikian akan membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan terkait untuk menghindari persaingan.
3.      Pemilikan Saham
Pasal 27 melarang pemilikan saham mayoritas pada perusahaan-perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama pula atau pendirian perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha yang sama. Pemilikan saham dan pendirian perusahaan-perusahaan seperti tersebut di atas menjadi dilarang apabila  membawa akibat :
1)      Satu orang atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jasa tertentu,
2)      Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok-kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
4.      Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Dalam UU No. 5 tahun 1999 pasal 28 ayat 1 menerangkan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya dalam pasal 28 ayat 2, bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
d.      Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Merupakan komisi yang mengawasi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat secara independen, dengan kata lain terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan/atau pihak lain.
1.      Tugas komisi pengawas persaingan usaha
1)      Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2)      Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3)      Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaah tidak sehat.
4)      Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi.
5)      Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persangan usaha tidak sehat.
6)      Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7)      Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.
2.      Wewenang komisi pengawas persaingan usaha
Sedangkan yang menjadi wewenang komisi pengawas persaingan usaha adalah sebagai berikut:
1)      Menerima laporan dari masayarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2)      Melakukan penelitian tentang adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang berakibat terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3)      Melakukan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap dugaan kasus praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
4)      Menyimpulkan hasil penyelidikan ada atau tidaknya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
5)      Memanggil pelaku usaha yang diduga melakuka pelanggaran.
6)      Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui atas adanya dugaan pelanggaran.
7)      Meminta bantuan penyelidik untuk menghadirkan pelaku utama, saksi, saksi ahli atau setiap orang yang bersedia memenuhi panggilan komisi.
8)      Meminta keterangan dari pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan.
9)      Mendapatkan, meneliti dan menilai surat, dokumen atau alat bukti guna penyelidikan.
10)  Memutuskan ada atau tidaknya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11)  Memberitahu peraturan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran.
12)  Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melakukan pelannggaran praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3.      Tata cara penanganan perkara di KPPU
1)      Menerima Laporan
Laporan adanya pelanggaran di buat secara tertulis dan dilengkapi dengan keterangan tentang peristiwa pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkannya. Pelapor juga harus memberikan identitas dirinya dan sifatnya adalah rahasia.
2)      Penilaian
Tindakan penilaian dilakukan KPPU terhadap perjanjian, kegiatan uasaha maupun terhadap posisi dominan yang diduga disalahgunakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3)      Penelitian
Penelitian tersebut dalam UU No. 5 Tahun 1999 disebut juga pemeriksaan pendahuluan. Selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima laporan tersebut KPPU wajib membuat penetapan apakah perlu atau tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan.
4)      Penyelidikan dan Pemeriksaan
Pada tahap pemeriksaan lanjuatan, terlapor dapat mengajukan pembelaan dengan menunjukkan saksi, ahli dan bukti-bukti lain. Pemeriksaan lanjutan dilakukan dalam jangka waktu yang paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang sebanyak 30 hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar