A.
PEMBAHASAN
Sebagai calon orang tua kelak kita pun
akan memiliki dan mengasuh anak. Untuk menciptakan generasi yang baik itu
dimulai dari pola asuhan orang tua terhadap anak yang baik. Dalam pembahasan
kami akan memaparkan bagaimana pola asuh yang tepat diterapkan dalam anak kita,
bagaimana merencanakan masa depan anak kita sejak dini, dan bagaimana anjuran
agama Islam dalam mendidik dan membesarkan anak.
1.
MACAM-MACAM POLA ASUH
ANAK
Ø
OTORITER
Pola asuh otoriter adalah pola asuh
dimana orang tua seakan-akan bertindak sebagai atasan dan anak hanyalah sebagai
bawahan, anak haruslah menuruti segala perintah dan perkataan orang tua,
mematuhi segala peraturan yang orang tua berikan, dan tanpa ada pengecualian.
Dalam pengasuhan ini anak tidak bisa mengutarakan pendapatnya sehingga anak
tidak bisa berpartisipasi dalam membangun masa depannya sendiri. Di zaman
modern ini tidak sedikit orang tua yang masih menerapkan pola asuh otoriter
seperti ini. Seperti contohnya dalam bidang pendidikan, seorang anak dipaksa
untuk masuk fakultas tertentu yang diinginkan oleh orang tuanya. Hal itu akan
membuat anak tersebut tidak bisa menikmati proses pembelajarannya yang akan
membuat hasil pembelajarannya tidak maksimal. Selain itu dari segi psikologis
anak akan merasa terkekang dan jika itu dibiarkan brlarut-larut maka akan
mengakibatkan anak menjadi pemberontak atau bahkan depresi.
Ø
POLA ASUH PERMISIF
Tipe ini adalah dimana orang tua
terlalu sayang dan memanjakan anak,
menuruti segala keinginan anak, serta membebaskan atau membiarkan anak
melakukan apapun yang ia inginkan. Dalam pola asuh ini anak bebas menentukan
masa depannya sendiri, peran orang tua sangat lemah sehingga anak cenderung
kurang menghormati orang tuanya sendiri. Segala keputusan kebanyakan berada di
tangan anak daripada orang tua. Contohnya saja, orang tua tidak memberikan
batasan jam pulang bermain sehingga anak pulang seenaknya mau pulang sore, malam,
atau pagi. Orang tua tidak menanyakan dan tidak memarahinya, akibatnya anak
kurang disiplin dan bisa jadi anak memasuki pergaulan yang salah. Menurut kami
pola asuh ini kurang baik karena anak akan berakibat tidak baik pada anak.
Ø
POLA ASUH PROTEKTIF
Pola asuh protektif adalah orang tua
yang terlalu menghawatirkan anak, dimana orang tua takut terjadi apa-apa yang
tidak baik pada anaknya. Contohnya orang tua melarang anak untuk bergaul dengan
teman yang ini, tidak boleh mengikuti kegiatan ini itu karena orang tua
menghawatirkan anaknya kenapa-napa. Ini mengakibatkan anak menjadi tidak bebas
atau anak merasa terkekang. Tetapi ada baiknya juga dimana anak bisa
terlindungi dari hal-hal yang tidak baik yang mungkin terjadi.
Ø POLA ASUH DEMOKRASI
Adalah
dimana adanya keterbukaan antara anak dan orang tua, anak dapat berpartisipasi
dalam menentukan keputuan-keputusan yang dilaksanakan dalam keluarga. Orang tua
dengan pola asuh seperti ini bersifat friendly, mau mendengar segala keluhan,
curhatan masalah yang anak sedang alami dam memberikan solusi atau masukan
kepada anaknya, agar si anak bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Misalnya
anak melakukan kesalahan anak akan mendapatkan hukuman dan orang tua memberikan
pengertian atau penjelasan kenapa anak dihukum. Menurut kami pola asuh
demokrasi adalah pola asuh yang tepat karena anak tidak merasa terkekang
ataupun terlalu bebas.
2. KESALAHAN ORANG TUA DALAM
MENDIDIK ANAK
Sebagai
orang tua pastinya mengharapkan setiap anaknya menjadi anak yang baik dan benar.
Tetapi kebanyakan orang tua tidak menyadari bahwa ada kesalahan orang tua dalam
mendidik anaknya. Orang tua merasa mereka telah mendidik anaknya secara baik
dan benar, tetapi kenyataannya si anak masih saja melakuan penyimpangan. Nah
jiaka kasusnya seperti ini orang tua haruslah berintropeksi diri apa kesalahan
mereka dalam mendidik. Dibawah ini beberapa cara dalam mendidik anak:
Ø MEMBERI HADIAH SEBAGAI
SIMBOL PENGHARGAAN
Memberi
anak hadiah ketika anak berhasil mengerjakan sesuatu, ini akan membuat anak
lebih bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Tetapi jangan
terlalu sering karena akan menjadikan anaknya manja dan mungkin membuat
karakter anak selalu pamrih artinya meminta imbalan setelah mengerjakan
sesuatu. Hadiah diberikan misalnya ketika anak mendapat juara satu di kelas dan
orang tua memberikan hadiah tas baru, nah seperti ini membuat anak berambisi
untuk selalu juara satu dikelas.
Ø MELUANGKAN WAKTU
Orang tua yang
terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya sehingga waktu untuk mengurusi anaknya
tidak ada, akan mengakibatkan anaknya terlatar dan tidak terurus meski mungkin
ada pembantu tetapi anak juga membutuhkan kasih sayang dari sosok orang tuanya.
Anakpun ingin disayang mereka merasa bahagia ketika orang tuanya dapat
berkumpul bersama-sama ananknya.
Ø JANGAN TERLALU MENUNTUT
Kebanyakan
orang tua menginginkan anak menjadi terbaik tetapi dengan menuntut sang anak
menuruti segala peraturan orang tua. Hal ini mengakibatkan anak merasa adanya
beban ketika tuntutan orang tua tidak tercapai oleh anaknya.
Ø JANGAN MEMBANDING-BANDINGKAN
Jangan
sekali-kali membanding-bandingkan anak kita dengan orang lain, saudara sendiri,
atau temannya karena anak nantinya akan merasa menjadi anak yang tidak layak.
Setiap orang memiliki kemampuan sendiri-sendiri bukan?. Jadi orang tua haruslah
memahami dan memaklumi kemampuan anaknya masing-masing tanpa harus
membanding-bandingkan.
Ø MENGHINDARI PERILAKU YANG TIDAK BAIK DIDEPAN ANAK
Pada
usia tertentu anak akan cendeung mengikuti atau meniru perilaku orang tuanya. Orang
tua yang suka berbicara dengan nada keras atau tinggi, biasanya anak akan
meniru kebiasaan cara komunikasi orang tua yang berbicara dengan nada keras.
Atau orang tua yang melakukan kekerasan dalam medidik anak sering di bentak,
jika anak melakukan kesalahan anak akan dimarahi, bahkan mungkin di pukul, anak
akan menjadi seperti itu pula pada nantinya.
Lebih baik anak di hukum sewajarnya jika dia menangis biarkan saja
tunggu hingga dia tenang dan peluklah ketika itu, dan saat itu adalah saat yang
tepat untuk menasehatinya, memberi tahu kesalahan dan memperbaikinya
Ø MENGENALI KEPRIBADIAN ANAK
Orang
tua mana di dunia ini yang tidak memiliki cita-cita atau tujuan yang baik
terhadap anaknya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut sebgai orang tua akan
berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik anaknya agar bisa menjadi seorang
yang memiliki kriteria yang bisa mndukung terwujudnya cita-cita atau tujuan
orang tuanya. Salah satu cara untuk bisa mengetahui metode didikan yang cocok
untuk anak adalah dengan mengetahui kepribadian anak tersebut. Orang tua harus
meluangkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengajak
berdiskusi bersama buah hatinya agar bisa mengenali karakter mereka dari
pemikiran-pemikiran yang mereka keluakan. Contohnya anak dengan kepribadian
pendiam harus disikapi dengan banyak mengajaknya berbicara, dengan itu orang
tua bisa memberikan kebiasaan bagi sang anak untuk berkomunikasi agar apabila
sang anak bersosialisasi di masyarakat tidak mengalami kesulitan yang berarti,
sekaligus orang tua harus sering-sering mengajaknya rekreasi akan anak tersebut
lebih memiliki wawasan yang luas. Untuk menghadapi anak dengan karakter pendiam
orang tua harus lebih kreatif untuk merangsang bakat anak tersebut. Macam
karakter anak yang lain adalah anak yang terlalu aktif. Alangkah baiknya
disikapi dengan banyak perhatian untuk mengarahkan ke hal-hal yang baik,
soalnya anak yang aktif cenderung berani untuk mencoba hal-hal baru yang dia
inginkan. Apabila hal itu tidak di monitor dengan baik oleh orang tua maka
kemnugkinan untuk mencoba hal-hal buruk itu terjadi.
Ø MENERAPKAN ATURAN YANG LOGIS
Dalam
membentuk karakter yang baik dalam diri seorang anak sebagai wujud usaha dari
orang tua untuk mewujudkan cita-cita yang baik terhadap masa depan anak mereka tidak
jarang sebagian orang tua menerapkan pola asuhan dengan menerapkan aturan
terhadap anaknya. Aturan-aturan yang di buat hendaknya aturan yang tidak
mengekang ruang gerak anak dalam rangka mengembangkan minat dan bakatnya,
justru fungsi dari aturan itu harus membuat anak lebih memiliki arahan dalam
mengembangkan minat dan bakatnya. Aturan itu dibuat bukan untuk kediktaoran
orang tua dalam mendidik, namun sebaiknya ditujukan untuk melatih kedisiplinan
dan tanggung jawab anak. Contoh dari aturan itu diantaranya adalah; larangan
untuk membelanjakan uang dengan boros, menagjurkan untuk shalat tepat pada
waktunya dan seterusnya.
3.
MENDIDIK DAN MEMBINA ANAK SECARA ISLAM
Anak adalah karunia Allah sebgai
perkawinan antara ayah dan ibu. Dalam kondisi normal ia adalah buah hati
belahan jantung, tempat ia bergantung di hari tua, generasi penerus cita-cita
orang tua. Rasulullah saw dalam salah satu hadis menyebutkan anak sebagai buah
hati.
“anak (perempuan dan
laiki-laki) adalah buah hati dan sesungguhnya ia adalah sebagian dari
harum-haruman surga.”
(H.r. Turmudzi)
Dalam al-Quran disebutkan bahwa anak
(perempuan dan laki-laki) adalah buah hati keluarga dengan iringan doa harapan
menjadi pemimpin atau imam bagi orang-orang yang bertakwa.
“Ya Tuhan kami
anugerahkanlah kepada kami dari istri kami dan keturunan kami(anak cucu) yang
menjadi belahan hati, dan jadikanlah kami pemimpin atau imam orang-orang yang
bertakwa.” (QS.
al-Furqon [25]: 74)
Pada sisi lain anak juga merupakan
amanat untuk diasuh, dibesarkan dan dididik sesuai dengan tujuan kejadiannya yaitu “mengabdi kepada sang
pencipta”. Bila orang tua tidak melaksanakan kewajibannya, kemungkinan anak
akan menjadi fitnah. Kata “fitnah” memiliki makna sangat negatif seperti: beban
orang tua, beban masyarakat, sumber kejahatan, permusuhan, perkelahian dan
sebagainya.
Demikian juga tidak sedikit anak yang
lahir, karena proses hubungan ayah dan ibu yang kurang menguntungkan, ia kurang
mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan masyarakat luas
diperkirakan ada anak yang lahir dari keluarga bermasalah, seperti ibu yang
mengalami kehamilan karena terpaksa, ibu yang mengalami perceraian pada masa
hamil, ibu yang mengalami kekurangan gizi dan kelaparang pada masa hamil, dan
kondisi buruk lain yang dialami ibu pada masa mengandung.
Islam secara agama rahmatan li
al-‘alamin, bertujuan menciptakan kebahagian manusia, termasuk kebahagiaan
anak-anak yang kurang beruntung. Kenyataan buruk yang dialami anak-anak tidak
menjadi alasan untuk mengabaikannya. Hak dan usaha berkembang bagi anak-anak
harus diberikan sehingga mereka tidak menjadi korban dari hubungan buruk kedua
orang tuanya. Karena itulah, pengasuhan dan pengajaran anak terhadap islam
tidak hanya terbatas pada pendidikan keluarga, tetapi juga model-model pendidikan
lain. Masyarakat dengan segala potensinya dituntut untuk menyediakan lingkungan
dan situasi yang baik pendidikan anak-anak.
Anak-anak bagaimanapun secara fitrah
adalah manusia yang sempurna, dalam arti memiliki potensi yang diperlukan untuk
hidupnya terutama potensi akal. Adanya akal inilah yang membedakannya dengan
makhluk Allah lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sebagai manusia,
anak-anak mengalami perkembangan fisik dan psikis sekaligus. Para orang tua
boleh jadi lebih memperhatikan perkembangan fisik anak pada masa awal, tetapi
hal itu tidak berarti mengabaikan perkembangan jiwa anak. Pendidikan dan
pengasuhan kepada anak dengan demikian memberikan perhatian pada perkembangan
anak secara utuh.
Salah satu konsekuensi dari prnsip
diatas adalah bahwa dalam memberikan perhatian pada perkembangan fisik anak
hendaknya disertai dengan menjamin perkembangan psikis anak. Penyediaan makan
misalnya, untuk menciptakan anak dengan karakter yang baik maka sebaiknya orang
tua memberikan makanan yang baik. Dalam islam makanan yang baik itu telah
ditentukan oleh Allah yaitu makanan yang halal. Sebagaiman disebutkan dalam
firman-Nya:
(#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ cqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
“Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS.
al-Maidah [05]:88)
Memberikan
makana
yang halal kepada anak akan menjamin perkembangan kareakter dan kepribadiannya
untuk selalu dalam perlindungan Allah.
Keunggulan manusia atas manusia yang lain, tidaklah
dibedakan karena peredaan jenis kelamin. Dalam islam anak-anak perempuan dan
laki-laki diakui, diberikan perhatian yang sama. Dalam masyarakat pra-islam, anak
perempuan menerima perlakuan yang kurang beruntung. Ia dianggap sebagai beban
keluarga sehingga kehadiran anak perempuan sangat dikhawatirkan dan
dihindarkan.
Menghadapi budaya jahiliyah yang demikian itu, islam
datang dan mengajarkan persamaan kedudukan antara anak perempuan dan anak
laki-laki; yang satu pada dasarnya tidak di lebihkan dari yang lain. Perbedaan
alamiah yang ada dalam diri anak perempuan dan laki-laki tidak mengarah pada
pembedaan status dan peran antara keduanya.
Islam mengajarkan agar anak perempuan dan laki-laki
diberi kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan
potensi, bakat dan minat masing-masing. Mereka harus diperlakukan dengan adil
dan tidak diskriminatf. Nabi secara tegas mewajibkan setiap muslim laki-laki
dan perempuan menuntut ilmu.
“menuntut ilmu
(belajar) adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
Secara edukatifi-metodologis, mengasuh
dan mendidik anak (perempuan dan laki-laki), khususnya di lingkungan keluarga,
memerlukan kiat-kiat atau metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Berikut ini adalah beberapa metode yang patut digunakan, antara lain:
1) Pendidikan
melalui Pembiasaan
Pengasuhan dan pendidikan di lingkungan keluarga
lebih diarahkan kepada nilai-nilai moral keagamaan, pembentukan sikap dan
perilaku yang diperlukan agar anak-anak mampu mengembangkan dirinya secara
optimal. Penanaman nilai-nilai moral agama ada baiknya diawali dengan
pengenalan simbol-simbol agama, tata cara ibadah (shalat), bacaan al-Quran,
doa-doa dan seterusnya. Orang tua diharapkan membiasakan diri melaksanakan
shalat, membaca al-Quran, dan mengucapkan kalimat thayyibah.
Pada saat shalat berjamaah anak-anak belajar,
mengenal dan mengamati bagaimana shalat yang baik, apa yang harus dibaca, kapan
dibaca, bagaimana membacanya, bagaimana menjadi makmum, imam, muazin, iqamat,
salam, dan seterusnya. Karena dilakukan setiap hari, anak-anak mengalami proses
internalisasi, pembiasaan dan akhirnya menjadi bagian dari hidupnya. Ketika
salat telah terbiasa dan menjadi bagian dari hidpnya, maka dimanapun mereka
berada, mereka tidak akan lupa untuk beribadah. Kalau tidak shalat mereka
merasakan ada sesuatu yang hilang dam merasa bersalah. Bagi dia, orang yang
meninggalkan shalat adalah orang yang tidak tahu berterima kasih kepada Tuhan
Sang Pencipta.
2) Pendidikan
dengan Keteladanan
Anak-anak khususnya pada usia dini selalu meniru apa
yang dilakukan orang disekitarnya. Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru dan
diikuti anak. Untuk menanamkan nilai-nilai agama, termasuk pengalaman agama,
terlebih dahulu orang tua harus shalat, bila perlu berjamaah. Untuk mengajak
anak membaca al-Quran terlebih dahulu orang tua membaca al-Quran. Metode
keteladaanan memerlukan sosok pribadi yang secara visula dapat dilihat,
diaamati dan dirasakan sendiri oleh anak sehingga mereka ingin menirunya. Kalau
orang tua mengajarkan cara makan yang baik, maka dapat melalui makan bersama,
kemudian diajarkan membaca bismillah hirrahmannirrahim sebelum makan dan
mengucapkan alhamdulliah sesudah makan.
Dalam keluarga, proses pembiasaan dan keteladanan
shalat, misalnya dapat dilakukan dengan shalat magrib berjamaah, dan setelah
selesai, semua anggota keluarga membaca al-Quran tanpa kecuali meskipun hanya
beberapa ayat saja. Yang paling penting adalah memberi contoh dan membiasakan
membaca al-Quran.
3) Pendidikan
melalui nasihat dan dialog
Penanamn nilai-nilai keimanan, moral agama atau
akhlak serta pembentukan sikap dan perilaku anak merupakan proses yang sering menghadapi
berbagai hambatan dan tantangan. Terkadang anak-anak merasa jenuh, malas, tidak
tertarik terhadap apa yang diajarkan, bahkan mungkin menentang dan membangkang.
Orang tua sebaiknya memberikan perhatian, melakukan dialog dan memmahami
persoalan-persoalan yang dihadapi anak. Apalagi anak yang telah memasuki masa
kanak-kanak akhir, usia 6-12 tahun mereka mulai berpikir logis, kritis
membandingkan apa yang ada di rumah dengan yang mereka lihat di luar,
nilai-nilai moral yang selama ini di tanamkan secara “absolut” mulai dianggap
relatif dan seterusnya. Orang tua diharapkan mampu menjelaskan, memberikan
pemahaman yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka.
4) Pendidikan
melalui pemberian penghargaan atau hukuman
Menanamkan nilai-nilai moral keagamaan, sikap dan
perilaku juga memerlukan pendekatan atau metode dengan memberikan penghargaan
atau hukuman. Penghargaan perlu diberikan kepada anak yang memang harus diberi
penghargaan. Metode ini secara tidak langsung juga menanamkan etika perlunya
menghargai orang lain. Sebagai contoh, orang tua akan lebih arif jika anaknya
(perempuan atau laki-laki) yang membantu di rumah di ucapkan “terima kasih”,
pembantu yang menyediakan air atau makanan di ucapkan terima kasih, juga istri
yang menyiapkan masakan, atau sarapan apa pun makanannya, diucapkan terima
kasih.
Penghargaan juga perlu diberikan kepada anak (kecil
atau belum baligh) yang berpuasa ramadhan atau salat Tarawih. Semakin banyak
puasa dan tarawihnya, semakin banyak hadiah yang diberikan. Tetapi sebaliknya,
anak yang tidak berpuasa dan tarawih harus ditegur, bila perlu diberikan sanksi
sesuai dengan tingkat usianya. Rasulullah saw berpesan agar orang tua menyuruh
anakn shalat pada usia 7 tahun, dan bila sampai 10 tahun masih belum juga
shalat, hendaknya diberi hukuman berupa peringatan keras “pukullah”.
“suruhlah
anak-anakmu (perempuan dan laki-laki) menjalankan shalat jika mereka sudah
berusia tujuh tahun. Dan jika sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka
jika tidak mau melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR.
Al-Hakim dan Abu Daud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar