Selasa, 24 Mei 2016

Pengaruh Didikan Orang Tua Terhadap Masa Depan Seorang Anak



A.    PEMBAHASAN
Sebagai calon orang tua kelak kita pun akan memiliki dan mengasuh anak. Untuk menciptakan generasi yang baik itu dimulai dari pola asuhan orang tua terhadap anak yang baik. Dalam pembahasan kami akan memaparkan bagaimana pola asuh yang tepat diterapkan dalam anak kita, bagaimana merencanakan masa depan anak kita sejak dini, dan bagaimana anjuran agama Islam dalam mendidik dan membesarkan anak.
1.      MACAM-MACAM POLA ASUH ANAK
Ø  OTORITER
Pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana orang tua seakan-akan bertindak sebagai atasan dan anak hanyalah sebagai bawahan, anak haruslah menuruti segala perintah dan perkataan orang tua, mematuhi segala peraturan yang orang tua berikan, dan tanpa ada pengecualian. Dalam pengasuhan ini anak tidak bisa mengutarakan pendapatnya sehingga anak tidak bisa berpartisipasi dalam membangun masa depannya sendiri. Di zaman modern ini tidak sedikit orang tua yang masih menerapkan pola asuh otoriter seperti ini. Seperti contohnya dalam bidang pendidikan, seorang anak dipaksa untuk masuk fakultas tertentu yang diinginkan oleh orang tuanya. Hal itu akan membuat anak tersebut tidak bisa menikmati proses pembelajarannya yang akan membuat hasil pembelajarannya tidak maksimal. Selain itu dari segi psikologis anak akan merasa terkekang dan jika itu dibiarkan brlarut-larut maka akan mengakibatkan anak menjadi pemberontak atau bahkan depresi.
Ø  POLA ASUH PERMISIF
Tipe ini adalah dimana orang tua terlalu sayang dan memanjakan anak,  menuruti segala keinginan anak, serta membebaskan atau membiarkan anak melakukan apapun yang ia inginkan. Dalam pola asuh ini anak bebas menentukan masa depannya sendiri, peran orang tua sangat lemah sehingga anak cenderung kurang menghormati orang tuanya sendiri. Segala keputusan kebanyakan berada di tangan anak daripada orang tua. Contohnya saja, orang tua tidak memberikan batasan jam pulang bermain sehingga anak pulang seenaknya mau pulang sore, malam, atau pagi. Orang tua tidak menanyakan dan tidak memarahinya, akibatnya anak kurang disiplin dan bisa jadi anak memasuki pergaulan yang salah. Menurut kami pola asuh ini kurang baik karena anak akan berakibat tidak baik pada anak.
Ø  POLA ASUH PROTEKTIF
Pola asuh protektif adalah orang tua yang terlalu menghawatirkan anak, dimana orang tua takut terjadi apa-apa yang tidak baik pada anaknya. Contohnya orang tua melarang anak untuk bergaul dengan teman yang ini, tidak boleh mengikuti kegiatan ini itu karena orang tua menghawatirkan anaknya kenapa-napa. Ini mengakibatkan anak menjadi tidak bebas atau anak merasa terkekang. Tetapi ada baiknya juga dimana anak bisa terlindungi dari hal-hal yang tidak baik yang mungkin terjadi.
Ø  POLA ASUH DEMOKRASI
Adalah dimana adanya keterbukaan antara anak dan orang tua, anak dapat berpartisipasi dalam menentukan keputuan-keputusan yang dilaksanakan dalam keluarga. Orang tua dengan pola asuh seperti ini bersifat friendly, mau mendengar segala keluhan, curhatan masalah yang anak sedang alami dam memberikan solusi atau masukan kepada anaknya, agar si anak bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Misalnya anak melakukan kesalahan anak akan mendapatkan hukuman dan orang tua memberikan pengertian atau penjelasan kenapa anak dihukum. Menurut kami pola asuh demokrasi adalah pola asuh yang tepat karena anak tidak merasa terkekang ataupun terlalu bebas.
2.      KESALAHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
Sebagai orang tua pastinya mengharapkan setiap anaknya menjadi anak yang baik dan benar. Tetapi kebanyakan orang tua tidak menyadari bahwa ada kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua merasa mereka telah mendidik anaknya secara baik dan benar, tetapi kenyataannya si anak masih saja melakuan penyimpangan. Nah jiaka kasusnya seperti ini orang tua haruslah berintropeksi diri apa kesalahan mereka dalam mendidik. Dibawah ini beberapa cara dalam mendidik anak:
Ø   MEMBERI HADIAH SEBAGAI SIMBOL PENGHARGAAN
Memberi anak hadiah ketika anak berhasil mengerjakan sesuatu, ini akan membuat anak lebih bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Tetapi jangan terlalu sering karena akan menjadikan anaknya manja dan mungkin membuat karakter anak selalu pamrih artinya meminta imbalan setelah mengerjakan sesuatu. Hadiah diberikan misalnya ketika anak mendapat juara satu di kelas dan orang tua memberikan hadiah tas baru, nah seperti ini membuat anak berambisi untuk selalu juara satu dikelas.
Ø  MELUANGKAN WAKTU
Orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya sehingga waktu untuk mengurusi anaknya tidak ada, akan mengakibatkan anaknya terlatar dan tidak terurus meski mungkin ada pembantu tetapi anak juga membutuhkan kasih sayang dari sosok orang tuanya. Anakpun ingin disayang mereka merasa bahagia ketika orang tuanya dapat berkumpul bersama-sama ananknya.
Ø  JANGAN TERLALU MENUNTUT
Kebanyakan orang tua menginginkan anak menjadi terbaik tetapi dengan menuntut sang anak menuruti segala peraturan orang tua. Hal ini mengakibatkan anak merasa adanya beban ketika tuntutan orang tua tidak tercapai oleh anaknya.
Ø  JANGAN MEMBANDING-BANDINGKAN
Jangan sekali-kali membanding-bandingkan anak kita dengan orang lain, saudara sendiri, atau temannya karena anak nantinya akan merasa menjadi anak yang tidak layak. Setiap orang memiliki kemampuan sendiri-sendiri bukan?. Jadi orang tua haruslah memahami dan memaklumi kemampuan anaknya masing-masing tanpa harus membanding-bandingkan.


Ø  MENGHINDARI PERILAKU YANG TIDAK BAIK DIDEPAN ANAK
Pada usia tertentu anak akan cendeung mengikuti atau meniru perilaku orang tuanya. Orang tua yang suka berbicara dengan nada keras atau tinggi, biasanya anak akan meniru kebiasaan cara komunikasi orang tua yang berbicara dengan nada keras. Atau orang tua yang melakukan kekerasan dalam medidik anak sering di bentak, jika anak melakukan kesalahan anak akan dimarahi, bahkan mungkin di pukul, anak akan menjadi seperti itu pula pada nantinya.  Lebih baik anak di hukum sewajarnya jika dia menangis biarkan saja tunggu hingga dia tenang dan peluklah ketika itu, dan saat itu adalah saat yang tepat untuk menasehatinya, memberi tahu kesalahan dan memperbaikinya
Ø  MENGENALI KEPRIBADIAN ANAK
Orang tua mana di dunia ini yang tidak memiliki cita-cita atau tujuan yang baik terhadap anaknya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut sebgai orang tua akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik anaknya agar bisa menjadi seorang yang memiliki kriteria yang bisa mndukung terwujudnya cita-cita atau tujuan orang tuanya. Salah satu cara untuk bisa mengetahui metode didikan yang cocok untuk anak adalah dengan mengetahui kepribadian anak tersebut. Orang tua harus meluangkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengajak berdiskusi bersama buah hatinya agar bisa mengenali karakter mereka dari pemikiran-pemikiran yang mereka keluakan. Contohnya anak dengan kepribadian pendiam harus disikapi dengan banyak mengajaknya berbicara, dengan itu orang tua bisa memberikan kebiasaan bagi sang anak untuk berkomunikasi agar apabila sang anak bersosialisasi di masyarakat tidak mengalami kesulitan yang berarti, sekaligus orang tua harus sering-sering mengajaknya rekreasi akan anak tersebut lebih memiliki wawasan yang luas. Untuk menghadapi anak dengan karakter pendiam orang tua harus lebih kreatif untuk merangsang bakat anak tersebut. Macam karakter anak yang lain adalah anak yang terlalu aktif. Alangkah baiknya disikapi dengan banyak perhatian untuk mengarahkan ke hal-hal yang baik, soalnya anak yang aktif cenderung berani untuk mencoba hal-hal baru yang dia inginkan. Apabila hal itu tidak di monitor dengan baik oleh orang tua maka kemnugkinan untuk mencoba hal-hal buruk itu terjadi.

Ø  MENERAPKAN ATURAN YANG LOGIS
Dalam membentuk karakter yang baik dalam diri seorang anak sebagai wujud usaha dari orang tua untuk mewujudkan cita-cita yang baik terhadap masa depan anak mereka tidak jarang sebagian orang tua menerapkan pola asuhan dengan menerapkan aturan terhadap anaknya. Aturan-aturan yang di buat hendaknya aturan yang tidak mengekang ruang gerak anak dalam rangka mengembangkan minat dan bakatnya, justru fungsi dari aturan itu harus membuat anak lebih memiliki arahan dalam mengembangkan minat dan bakatnya. Aturan itu dibuat bukan untuk kediktaoran orang tua dalam mendidik, namun sebaiknya ditujukan untuk melatih kedisiplinan dan tanggung jawab anak. Contoh dari aturan itu diantaranya adalah; larangan untuk membelanjakan uang dengan boros, menagjurkan untuk shalat tepat pada waktunya dan seterusnya.

3.       MENDIDIK DAN MEMBINA ANAK SECARA ISLAM
Anak adalah karunia Allah sebgai perkawinan antara ayah dan ibu. Dalam kondisi normal ia adalah buah hati belahan jantung, tempat ia bergantung di hari tua, generasi penerus cita-cita orang tua. Rasulullah saw dalam salah satu hadis menyebutkan anak sebagai buah hati.

“anak (perempuan dan laiki-laki) adalah buah hati dan sesungguhnya ia adalah sebagian dari harum-haruman surga.” (H.r. Turmudzi)

Dalam al-Quran disebutkan bahwa anak (perempuan dan laki-laki) adalah buah hati keluarga dengan iringan doa harapan menjadi pemimpin atau imam bagi orang-orang yang bertakwa.
           
“Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami dari istri kami dan keturunan kami(anak cucu) yang menjadi belahan hati, dan jadikanlah kami pemimpin atau imam orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqon [25]: 74)

Pada sisi lain anak juga merupakan amanat untuk diasuh, dibesarkan dan dididik sesuai dengan tujuan  kejadiannya yaitu “mengabdi kepada sang pencipta”. Bila orang tua tidak melaksanakan kewajibannya, kemungkinan anak akan menjadi fitnah. Kata “fitnah” memiliki makna sangat negatif seperti: beban orang tua, beban masyarakat, sumber kejahatan, permusuhan, perkelahian dan sebagainya.
Demikian juga tidak sedikit anak yang lahir, karena proses hubungan ayah dan ibu yang kurang menguntungkan, ia kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan masyarakat luas diperkirakan ada anak yang lahir dari keluarga bermasalah, seperti ibu yang mengalami kehamilan karena terpaksa, ibu yang mengalami perceraian pada masa hamil, ibu yang mengalami kekurangan gizi dan kelaparang pada masa hamil, dan kondisi buruk lain yang dialami ibu pada masa mengandung.
Islam secara agama rahmatan li al-‘alamin, bertujuan menciptakan kebahagian manusia, termasuk kebahagiaan anak-anak yang kurang beruntung. Kenyataan buruk yang dialami anak-anak tidak menjadi alasan untuk mengabaikannya. Hak dan usaha berkembang bagi anak-anak harus diberikan sehingga mereka tidak menjadi korban dari hubungan buruk kedua orang tuanya. Karena itulah, pengasuhan dan pengajaran anak terhadap islam tidak hanya terbatas pada pendidikan keluarga, tetapi juga model-model pendidikan lain. Masyarakat dengan segala potensinya dituntut untuk menyediakan lingkungan dan situasi yang baik pendidikan anak-anak.
Anak-anak bagaimanapun secara fitrah adalah manusia yang sempurna, dalam arti memiliki potensi yang diperlukan untuk hidupnya terutama potensi akal. Adanya akal inilah yang membedakannya dengan makhluk Allah lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sebagai manusia, anak-anak mengalami perkembangan fisik dan psikis sekaligus. Para orang tua boleh jadi lebih memperhatikan perkembangan fisik anak pada masa awal, tetapi hal itu tidak berarti mengabaikan perkembangan jiwa anak. Pendidikan dan pengasuhan kepada anak dengan demikian memberikan perhatian pada perkembangan anak secara utuh.
Salah satu konsekuensi dari prnsip diatas adalah bahwa dalam memberikan perhatian pada perkembangan fisik anak hendaknya disertai dengan menjamin perkembangan psikis anak. Penyediaan makan misalnya, untuk menciptakan anak dengan karakter yang baik maka sebaiknya orang tua memberikan makanan yang baik. Dalam islam makanan yang baik itu telah ditentukan oleh Allah yaitu makanan yang halal. Sebagaiman disebutkan dalam firman-Nya:
(#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. al-Maidah [05]:88)

Memberikan makana yang halal kepada anak akan menjamin perkembangan kareakter dan kepribadiannya untuk selalu dalam perlindungan Allah.
Keunggulan manusia atas manusia yang lain, tidaklah dibedakan karena peredaan jenis kelamin. Dalam islam anak-anak perempuan dan laki-laki diakui, diberikan perhatian yang sama. Dalam masyarakat pra-islam, anak perempuan menerima perlakuan yang kurang beruntung. Ia dianggap sebagai beban keluarga sehingga kehadiran anak perempuan sangat dikhawatirkan dan dihindarkan.
Menghadapi budaya jahiliyah yang demikian itu, islam datang dan mengajarkan persamaan kedudukan antara anak perempuan dan anak laki-laki; yang satu pada dasarnya tidak di lebihkan dari yang lain. Perbedaan alamiah yang ada dalam diri anak perempuan dan laki-laki tidak mengarah pada pembedaan status dan peran antara keduanya.
Islam mengajarkan agar anak perempuan dan laki-laki diberi kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan potensi, bakat dan minat masing-masing. Mereka harus diperlakukan dengan adil dan tidak diskriminatf. Nabi secara tegas mewajibkan setiap muslim laki-laki dan perempuan menuntut ilmu.
“menuntut ilmu (belajar) adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
Secara edukatifi-metodologis, mengasuh dan mendidik anak (perempuan dan laki-laki), khususnya di lingkungan keluarga, memerlukan kiat-kiat atau metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Berikut ini adalah beberapa metode yang patut digunakan, antara lain:
1)      Pendidikan melalui Pembiasaan
Pengasuhan dan pendidikan di lingkungan keluarga lebih diarahkan kepada nilai-nilai moral keagamaan, pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan agar anak-anak mampu mengembangkan dirinya secara optimal. Penanaman nilai-nilai moral agama ada baiknya diawali dengan pengenalan simbol-simbol agama, tata cara ibadah (shalat), bacaan al-Quran, doa-doa dan seterusnya. Orang tua diharapkan membiasakan diri melaksanakan shalat, membaca al-Quran, dan mengucapkan kalimat thayyibah.
Pada saat shalat berjamaah anak-anak belajar, mengenal dan mengamati bagaimana shalat yang baik, apa yang harus dibaca, kapan dibaca, bagaimana membacanya, bagaimana menjadi makmum, imam, muazin, iqamat, salam, dan seterusnya. Karena dilakukan setiap hari, anak-anak mengalami proses internalisasi, pembiasaan dan akhirnya menjadi bagian dari hidupnya. Ketika salat telah terbiasa dan menjadi bagian dari hidpnya, maka dimanapun mereka berada, mereka tidak akan lupa untuk beribadah. Kalau tidak shalat mereka merasakan ada sesuatu yang hilang dam merasa bersalah. Bagi dia, orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang tidak tahu berterima kasih kepada Tuhan Sang Pencipta.

2)      Pendidikan dengan Keteladanan
Anak-anak khususnya pada usia dini selalu meniru apa yang dilakukan orang disekitarnya. Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru dan diikuti anak. Untuk menanamkan nilai-nilai agama, termasuk pengalaman agama, terlebih dahulu orang tua harus shalat, bila perlu berjamaah. Untuk mengajak anak membaca al-Quran terlebih dahulu orang tua membaca al-Quran. Metode keteladaanan memerlukan sosok pribadi yang secara visula dapat dilihat, diaamati dan dirasakan sendiri oleh anak sehingga mereka ingin menirunya. Kalau orang tua mengajarkan cara makan yang baik, maka dapat melalui makan bersama, kemudian diajarkan membaca bismillah hirrahmannirrahim sebelum makan dan mengucapkan alhamdulliah sesudah makan.
Dalam keluarga, proses pembiasaan dan keteladanan shalat, misalnya dapat dilakukan dengan shalat magrib berjamaah, dan setelah selesai, semua anggota keluarga membaca al-Quran tanpa kecuali meskipun hanya beberapa ayat saja. Yang paling penting adalah memberi contoh dan membiasakan membaca al-Quran.

3)      Pendidikan melalui nasihat dan dialog
Penanamn nilai-nilai keimanan, moral agama atau akhlak serta pembentukan sikap dan perilaku anak merupakan proses yang sering menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Terkadang anak-anak merasa jenuh, malas, tidak tertarik terhadap apa yang diajarkan, bahkan mungkin menentang dan membangkang. Orang tua sebaiknya memberikan perhatian, melakukan dialog dan memmahami persoalan-persoalan yang dihadapi anak. Apalagi anak yang telah memasuki masa kanak-kanak akhir, usia 6-12 tahun mereka mulai berpikir logis, kritis membandingkan apa yang ada di rumah dengan yang mereka lihat di luar, nilai-nilai moral yang selama ini di tanamkan secara “absolut” mulai dianggap relatif dan seterusnya. Orang tua diharapkan mampu menjelaskan, memberikan pemahaman yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka.
4)      Pendidikan melalui pemberian penghargaan atau hukuman
Menanamkan nilai-nilai moral keagamaan, sikap dan perilaku juga memerlukan pendekatan atau metode dengan memberikan penghargaan atau hukuman. Penghargaan perlu diberikan kepada anak yang memang harus diberi penghargaan. Metode ini secara tidak langsung juga menanamkan etika perlunya menghargai orang lain. Sebagai contoh, orang tua akan lebih arif jika anaknya (perempuan atau laki-laki) yang membantu di rumah di ucapkan “terima kasih”, pembantu yang menyediakan air atau makanan di ucapkan terima kasih, juga istri yang menyiapkan masakan, atau sarapan apa pun makanannya, diucapkan terima kasih.
Penghargaan juga perlu diberikan kepada anak (kecil atau belum baligh) yang berpuasa ramadhan atau salat Tarawih. Semakin banyak puasa dan tarawihnya, semakin banyak hadiah yang diberikan. Tetapi sebaliknya, anak yang tidak berpuasa dan tarawih harus ditegur, bila perlu diberikan sanksi sesuai dengan tingkat usianya. Rasulullah saw berpesan agar orang tua menyuruh anakn shalat pada usia 7 tahun, dan bila sampai 10 tahun masih belum juga shalat, hendaknya diberi hukuman berupa peringatan keras “pukullah”.
            “suruhlah anak-anakmu (perempuan dan laki-laki) menjalankan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar